RERAHINAN
DAN HARI RAYA AGAMA HINDU
|
|
Oleh
:
I NYOMAN ARYA, S.Ag. M.Pd.H
KEPALA KANTOR KEMENTERIAN AGAMA KAB. BADUNG
|
RERAHINAN DAN HARI RAYA AGAMA HINDU *
OLEH
I
NYOMAN ARYA, S.Ag. M.Pd.H **
KEPALA
KANTOR KEMENTERIAN AGAMA KAB. BADUNG
- PENDAHULUAN
Ajaran
Agama pada dasarnya memberi tuntunan kepada pemeluknya tentang tiga hal :
-
Mengenai hakekat kehidupan, dalam agama
Hindu disebut Tattwa
-
Tuntunan prilaku social dalam kehidupan,
dalam agama Hindi Disebut Susila
-
Tata cara pelaksanaan ibadah, dalam
agama Hindu disebut bhakti yang menjadi bagian pelaksanaan upacara yadnya dalam
kehidupan beragama
Didalam agama Hindu ketiga tuntunan tersebut
dirumuskan menjadi Tri Kerangka Dasar agama Hindu antara lain :
1.
Tatwa ( berkaitan dengan keyakinan atau
Sradha)
2.
Susila ( berkaitan dengan tata hubungan
dan prilaku baik dan buruk, benar dan salah, boleh dan tidak boleh) dan
3.
Upacara ( menyangkut berbagai bentuk
bhakti dalam berbagai upacara yadnya)
Dalam pelaksanaannya Tri Kerangka agama Hindu
ini menjadi satu kesatuan yang
utuh,
untuk memudahkan pemahaman disini dapat dinyatakan bahwa:
1.
Dalam memahami dan melaksanakan Tattwa
patut bersusila dan upacara
2.
Dalam memahami dan melaksanakan susila
patut bertattwa dan berupacara
3.
Dalam memahami dan melaksanakan upacara
patut bertatwa dan bersusila
Ketiga tuntunan dalam tri kerangka dasar agama Hindu
tersebut patut dan harus dimengerti, dipahami, diyakini, selalu dilatihkan,
diterapkan dirasakan hasilnya dan akhirnya dijadikan sikap yang membudaya pada
diri seseorang agar hidup ini menjadi senang, bebas dari rasa takut, berprilaku
baik dan benar, sejahtera dan harmonis. Jika ketiga tuntunan itu dapat dipahami
dan dilaksanakan dengan baik dan benar merupakan indicator keberhasilan dalam
mencapai tujuan hidup beragama
B.
PENGERTIAN
RERAHINAN DAN HARI RAYA
Rerahinan bagi umat Hindu di Bali merupakan
peringatan hari-hari suci . rerahinan berasal dari kata rai yang berarti puncaknya
hari, atau hari-hari yang dipandang penting dan suci. karena pada hari-hari
suci itulah kekuatan spiritual akan mengalir lebih besar dan deras , yang
merupakan kekuatan suci yang mengalir dari Ida Sanghyang Widhi Wasa atau
manifestasi beliau turun untuk memberikan kekuatannya.sedangkan Hari Raya
adalah hari yang diperingati atau diistimewakan, karena berdasarkan keyakinan
hari-hari itu mempunyai makna atau fungsi yang amat penting bagi kehidupan
seseorang, baik karena pengaruhnya maupun nilai-nilai spiritual yang terkandung
didalamnya, sehingga dirasakan untuk perlu diingat dan diperingati selalu.
Dengan merayakan atau memperingatai hari raya
suci tersebut, baik yang telah ditentukan atau dinyatakan didalam kitab-kitab
suci , atau menurut kepercayaan tradisional, hari-hari tersebut akan memberi
pengaruh terhadap dirinya sehingga dirasakan sangat berkewajiban untuk
diperingati.
Memperingati hari-hari suci tersebut dapat
dilakukan secara rutin atau terus menerus baik setiap setahun sekali, setiap
enam bulan sekali, tiga puluh lima hari sekali, lima belas hari sekali atau
bahkan sampai tiap lima hari sekali. Hari Raya atau rerahinan itu diperingati
atas dasar nilai moral spiritual dan tingkat kesadaran manusia atau umat itu
sendiri dalam menjunjung tinggi nilai-nilai luhur yang terkandung didalamnya,
atau sering juga orang mengatakan rerahinan itu berasal dari kata Rah
menjadi rahina yang berarti hari yang mempunyai nilai puncak tertinggi, yang dipercayai
dapat memberi kehidupan yang kekal abadi. Bahkan kalau kita lihat kesadaran
umat Hindu sekarang mengenai pemujaan terhadap Ida Sanghyang Widhi Wasa dapat
dikatakan cukup tinggi, terbukti setiap hari umat melakukan pemujaan dan bhakti
kehadapan Hyang Widhi, apalagi pada hari-hari raya suci akan lebih ditingkatkan
lagi pelaksanaanya, bahkan sampai pelaksanaan sehari-hari sangat taat
dilakukan, seperti mesaiban (ngejot) atau yang disebut
yadnya
sesa, yang diselenggarakan setiap habis memasak. Hal ini sesuai yang tersurat
dan tersirat dalam kitab suci Bhagawadgita Bab III Sloka 13 :
“
yajna sishtasinah santo
muchayante
sarvakilbisaih
bhujante
te tv agham papa
ye
pacanty atmakaranat”
Artinya
:
Orang – orang yang baik makan apa
yang tersisa dari yadnya, mereka itu terlepas dari segala dosa. akan tetapi
mereka yang jahat yang menyediakan makanan untuk kepentingannya sendiri, adalah
makan dosanya sendiri.
Di dalam kerangka dasar agama Hindu hari raya
keagamaan atau Rerahinan itu adalah merupakan bagian dari upacara atau Ritual.
Secara garis besarnya, pedoman atau patokan
yang dipakai dasar untuk memperingati hari raya keagamaan bagi umat Hindu
dibedakan menjadi dua macam :
1. Berdasarkan
atas perhitungan sasih (pranata masa) seperti Hari Raya
Nyepi dan Hari Raya Siwa Ratri.
2. Berdasarkan
Pawukon (wuku) yaitu : hari raya Galungan, Kuningan, Saraswati dan
Pagerwesi.
Kemudian secara khusus ada lagi
hari Raya/ Rerahinan keagamaan yang berdasarkan Pawukon (wuku) yang dibedakan
menjadi empat kelompok besar diantaranya :
1. Budha
kliwon
2. Tumpek
3. Anggara
Kasih
Masing
kelompok itu terdiri dari enam hari Raya/suci diantaranya;
1. Budha
Kliwon terdiri enam macam :
a. Budha
Kliwon Sinta
b. Budha
Kliwon Gumbreg
c. Budha
Kliwon Dungulan
d. Budha
Kliwon Pahang
e. Budha
kliwon matal
f. Budha
Kliwon ugu
2. Hari
Raya/Suci Tumpek diantaranya :
a. Tumpek
landep
b. Tumpek
Wariga
c. Tumpek
Kuningan
d. Tumpek
Kerulut
e. Tumpek
Uye
f. Tumpek
Wayang
3. Budha
Wage/Budha Cemeng terdiri dari :
a. Budha
Wage Warigadian
b. Budha
Wage langkir
c. Budha
Wage Merakih
d. Budha
Wage Menail
e. Budha
Wage kelawu
f. Budha
Wage Wukir
4. Hari
raya Anggara Kasih terdiri dari :
a. Anggara
kasih Kulantir
b. Anggara
Kasih Juluwangi
c. Anggara
Kasih Medangsia
d. Anggara
kasih Tambir
e. Anggara
Kasih prangbakat
f. Anggara
Kasih Dukut.
Semua
hari-hari suci itu datangnya tiap-tiap bulan wuku atau tiap 35 hari. jadi,
dapatlah dikatakan umat Hindu mempunyai banyak hari Raya suci, kalau
berdasarkan pawukon saja kita telah mengenal 24 macam hari raya, belum lagi
yang berdasarkan atas pranata masa atau sasih dan yang lainnya. Oleh karena
itu, selaku umat Hindu mempunyai hari suci banyak sekali, sehingga hamper semua
hari-hari yang ada dijatuhi oleh hari –hari raya suci tu, yang merupakan
kesempatan yang sangat mulia untuk menyambutnya guna untuk dapat menyucikan
diri lahir dan bathin, sekala dan niskala.
C. TUJUAN PELAKSANAAN RERAHINAN DAN
HARI RAYA.AGAMA HINDU
Segala kegiatan keagamaan yang dilakukan oleh
umat mempunyai tujuan yang sangat mulia, seperti halnya pelaksanaan Rerahinan
atau Hari Raya yang merupakan hari yang sangat penting bagi kita sebagai umat
Hindu yang harus kita peringati dan lestarikan keberadaannya. Karena Rerahinan
itu merupakan syarat mutlak dalam pelaksanaan agama Hindu guna dapat
memantapkan hati kita dalam melaksanakan dharma agama untuk dapat meningkatkan
kualitas keimanan kita, sebagai wujud nyata hubungan langsung dengan Sang Hyang
Widhi. Pemantapan pelaksanaan ajaran agama akan lebih cepat dapat dirasakan melalui
pelaksana Rerahinan dan Hari raya itu sendiri, apalagi bagi kalangan umat yang
tingkat kerohanianya masih sederhana, Rerahinan merupakan media komunikasi yang
paling tepat untuk mengadakan pemujaaan kehadapan Sang Hyang Widhi beserta
semua manifestasi-Nya.
Umat yang rasa agamanya sudah tinggi,
Rerahinan merupakan hari yang ditunggu-tunggu, walaupun jauh-jauh hari. Hatinya
selalu tergetar dan merasa aman, tenang menjelang rerahinan tiba, sehingga
persiapan lahir bathin selalu mengetuk hatinya seperti selalu mengusahakan
ketenangan, mempersiapkan sarana upakara untuk menyambut tibanya Rerahinan itu.
Sekalipun sarana upakara kita sadari bersama cukup sulit diperolehnya, tetapi
tetap berusaha yang dilandasi oleh kesucian, hal ini karena terdorong oleh rasa
bhakti yang mendalam.
Seperti
terungkap Dalam Bhagawadgita Bab IX, 22 :
“ Ananyas cintayanto mam
Ye janah parypasate
lesamnityabhiyuktanam
yogaksemam vahamyakam”
Artinya :
Mereka yang menyembah
Aku, memusatkan pikiran hanya pada Aku
pada mereka yang selalu tekun. Aku memberi apa
yang mereka tidak punya
dan memberi perlindungan pada apa yang telah
dimilikinya.
Atas dasar tersebut diatas maka Rerahinan/
Hari Raya Hindu memiliki berbagai Fungsi Relegius yaitu :Rerahinan/ atau hari
raya sebagai media pendekatan dan pelayanan. Rerahinan Hindu merupakan media
pendekatan dan pelayanan yang multidimensional. siapa yang didekati dan
dilayani? tidak lain Tuhan Yang Maha Esa dan Dewa Pitara, sesame manusia dalam
berbagai peran dan fungsinya, alam dan sarwaprani ( semua Mahkluk hidup) Untuk
mempertahankan ekstensi Rerahinan Hindu sebagai Rituail yang bersumber pada Weda,
maka kita harus mencegah pelaksanaan Rerahinan atau Hari Raya yang bersifat
menduniawi supaya tidak kehilangan intinya.
Bentuk luar pelaksanaan Hari Raya Hindu jangan
sampai mengorbankan nilai- nilai intinya. nilai spiritual dan budaya material
yang dikandung oleh Rerahiana atau Hari raya harus dijaga keseimbangan
ekstensinya. Kedua-keduanya tidak boleh saling mendominasi. Rerahinan harus
diarahkan untuk melakukan pendekatan yang multidimensional. Dengan meningkatkan
pemahaman nilai-nilai Filosofinya, maka akan membawa umat merasa dekat dengan
Tuhan atau Brahman rasa akan dapat mempertebal keyakinan dan ketakwaan kepada
Tuhan . Kalau keyakinan kepada Tuhan itu sudah merupakan bagian yang integral (Brahman
Hredaya) dalam diri manusia,
maka segala prilaku baik pikiran, kata-kata dan perbuatan akan selalu merupakan
pengejawatahkan dari keyakinan pada Tuhan.
Mungkin timbul pertanyaan, kenapa Tuhan perlu
kita dekati ? apakah Tuhan itu jauh ? bukankah Tuhan itu ada dimana-mana?
Mengapa ada Hari raya untuk memuja dewa tertentu ? misalnya Hari raya Pagerwesi
memuja hyang Pramesti Guru, Hari raya Siwa ratri memuja Dewa Siwa. Memang
benar, menurut keyakinan Hindu, Tuhan itu ada Dimana-mana. Tuhan itu Maha Kuasa
dan karenya, memiliki banyak fungsi juga. Beberapa banyak fungsi Tuhan tentunya
tak akan dapat dipahami oleh manusia. Dalam keterbatasan manusia itulah Tuhan
Kita hayati sebagai Guru, misalnya kita puja pada saat Hari raya Pagerwesi,
sebagai pengeleburan dosa pada Hari raya Siwa ratri. Namun bukanlah berarti
kita hanya berguru kepada Tuhan pada saat hari raya Pagerwesi saja. Pemujaan
Tuhan sebagai Guru pada hari Raya Pagerwesi bertujuan untuk mengingatkan kita
agar selalu berguru kepada Tuhan. Sebagaimana kita menyadari, manusia sering
lupa karena awidia (kegelapan). Karena keterbatasan itu, lalu kita diingatkan
pada hari tertentu agar sadar untuk selalu berguru pada Tuhan.
Demikianlah, fungsi Rerahinan atau Hari raya
Hindu untuk mengembangkan kekuatan suci atman yang ada pada setiap manusia
untuk mendekat pada Paramaatman sebagai sumbernya.
Kemampuan setiap orang berbeda-beda dalam
memuja Tuhan. Semua kegiatan Hari raya atau Rarahinan merupakan himpunan
kemampuan untuk diarahkan pada tujuan yang satu yaitu mencapai keharmonisan
total. Untuk itu manusia siap menghadapi berbagai rintangan. Bila kita
umpamakan seorang murid, semakin tinggi pendidikan yang ditempuhnya semakin
besar pula kesulitan yang dihadapinya . Tetapi semakin tinggi pula status ilmu
pengetahuan yang dicapainya. Keharmonisan total dalam Rerahinan ataupun hari
raya dimaksudkan Harmonis diantara ciptaan Tuhan dengan segala perbedaan dan
persamaan. Dan puncaknya adalah harmonis ciptaan Tuhan dengan penciptanya.
Didalam
Bhagawadgita Bab VII ,16 Empat jenis
pemuja Tuhan ( Catur Wida Bhayante) :
a. Artah
:Memuja
Tuhan karena ditempa kesusahan atau sakit
b.
Artha Rthi
: Memuja Tuhan dengan harapan mendapatkan keuntungan material
c.
Jijnasuh :
Memuja Tuhan untuk mendapatkan kedudukan / jabatan
d.
Jnani :
Memuja Tuhan melalui perubahan sikap.yang mulia.
Empat
jenis umat itulah yang merayakan Rerahinan /Hari raya. Hal ini menyebabkan
kegiatan Hari raya Hindu memiliki deminsi yang luas agar mampu menampung semua
jenis pemuja yang memiliki kwalitas beraneka ragam. Jelasnya, hari
Raya Hindu tidak hanya diperuntukan bagi
umat yang memiliki tujuan spiritual semata. Umat yang paling randah kualitas
kerohanianya pun diupayakan agar tertarik mempertebal keyakinannya pada Tuhan.
Karena
itu kegiatan Rerahian dan Hari Raya Hindu selalu diwarnai oleh suasana beraneka
ragam. Ada kegembiraan, kebersamaan, keindahan, kemegahan bahkan sampai
menduniapun diadakan dalam kegiatan Hari Raya. Sebaliknya kalau ada umat Hindu
merasa resah dan alergi ketika Rerahinan atau Hari raya itu akan tiba, karena
merasa dirinya akan sibuk, pemborosan uang, mengganggu acara dan lain-lain, ini
adalah merupakan suatu pertanda kadar keimanannya dan kesadarannya sangat
rendah akan penghayatan terhadap ajaran agama. keadaan seperti ini sangat
berbahaya, karena bias menyebabkan timbulnya banyak penderitaan/ gangguan yang
terjadi pada orang itu, sehingga timbullah keresahan bathin, walaupun
sebenarnya cukup mapan keadaan ekonominya.
D.
HARI
RAYA HINDU DAN PENGUATAN KESUCIAN
Manusia
lahir kedunia sudah lengkap diberikan jasmani dengan lima unsur (Panca Maha
Bhuta ) dan rohani seperti citta, indria
dan tanmatra. Pertemuan unsur jasmani
dan rohani menyebabkan adanya aktifitas dalam hidup. Aktivitas hidup ini
menimbulkan dua akibat subha karma dan asubha karma. Subha karma yaitu perbuatan
baik dan merupakan unsure yang membawa manusia pada penyucian. Sedangkan asubha
karma akan membawa pada dosa atau kotornya kehidupan ini. Penyucian dengan
harapannya juga dikandung dalam kegiatan upacara agama atau hari Raya Hindu.
Dalam Menawa Dharmasastra V,
109 disebutkan penyucian atau pembersihan itu yaitu :
Adbhirgatrani
Suddhyanti
Manah satyena sudhyanti
Widya tapobhyam bhutdtma,
Buddhirjnana suddyati
Artinya
Tubuh disucikan dengan air, pikiran disucikan
dengan kebenaran (satya), atma disucikan dengan tapa brata, budhi disucikan
dengan ilmi pengetahuan
Dalam
kegiatan hari raya Hindu, umat melakukan unsure penyucian tersebut. Secara
fisik, penyucian diri dilakukan, selain mandi dengan bersih, juga dengan
berpakaian yang lebih bersih dan rapi. Kebersihan fisik merupakan suatu hal
penting dalam merayakan hari raya agama. Selain untuk memelihara
kesehatan,kesegaran dan nyaman, juga membawa dampak positif bagi orang lain
yang memandangnya.
Penyucian
badan dengan air disini dimaksudkan dalam pengertian yang luas.selanjutnya
pikiran atau manah disucikan dengan kejujuran. Kata jujur percuma saja bila
hanya baru berada dibibir. Jujur itu harus diwujudkan dalam praktik tingkah
laku sehari-hari. Jujur disini tidak terbatas dalam menggunakan uang dan harta
benda semata. Jujur berarti berbicara sesuai dengan kenyataan, tidak pernah
mengurangi atau melebih-lebihkan. Patut diketahui bahwa manusia memiliki
dorongan hawa nafsu yang disebut distinksi yang mendorong seseorang untuk
melebih-lebihkan dirinya agar kelihatan atau kedengarannya lebih super dari
orang lain. Ada orang mengaku pintar ketika masih sekolah. Pengakuannya itu
disampaikan dihadapan orang yang tidak mengetahui keadaan sebenarnya. Padahal
sebenarnya, dia bodoh atau paling tidak biasa-biasa saja.
Kejujuran,
sesungguhnya merupakan media penyucian pikiran atau manah. Orang yang sering
tidak jujur kecerdasannya diracuni oleh ketidakjujuran. Ketidakjujuran
menyebabkan pikiran lemah dan dapat diombang ambingkan oleh oleh gerakan indria.
Orang yang tidak jjur sulit mendapatkan kepercayaan dari lingkungannya. Tuhan
pun dapat dipastikan tidak merestui orang yang tidak jujur. Suasana Hari Raya
keagamaan dapat dijadikan tonggak untuk lebih menguatkan nita jujur dalam
segala hal. Niat jujur harus selalu digerakkan dalam diri dan mohon bimbingan
Tuhan agar kita selalu berbuat jujur.
Tapa
brata adalah cara untuk menyucikan atma. Sesungguhnya atma itu selalu suci,
karena bagian dari parama-atma ibarata menghapuskan noda debu dalam kaca,
begitulah yang dimaksudkan menyucikan atma. Atma yang kotor bagaikan sinar
matahari yang ditutupi mendung, sinarnya buranm tapi sesungguhnya mendung tak
pernah mengotori maahari. Penyucian atma disini berarti melenyapkan
bergeloranya hawa nafsu, nafsu bergelora itu menutupi sinar atma untuk menembus
sinar suci paramatma.
Karena
itu hari raya Hindu adalah suatu media untuk meningkatkan kesucian diri secara
totalitas. Badan, pikiran, budi dan atma merupakan unsure-unsur yang harus
selalu mendapat penyucian selama hidup didunia ini. Bahkan tidak semata-mata
pada hari raya agama saja, setiap hari pada saat-saat yang tepat, penyucian itu
mesti dilakukan. Hari raya itu hanyalah tonggak ingatan.
Didalam lontar Sunarigama dua cara
perayaan hari raya agama Hindu :
-
Dengan menghaturkan bebanten
-
Melakukan tapa brata yoga semadi ( wuh
ring tatwajnana)
E
. KESIMPULAN
Dari pembahasan tentang Rerahinan dan Hari
raya Agama Hindu dapat disimpulkan tujuan dari pelaksanaan Rerahianan dan Hari
Raya Hindu :
1.
Untuk menyatakan rasa bhakti kehadapan
Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta manifestasinya.
2.
Sebagai usaha bentuk pembayaran hutang
kepada Tuhan
3.
Untuk mendapatkan ketenangan lahir
bathin
4.
Menjaga kelestarian agama dan budaya
yang diwariskan oleh leluhur kita
5.
Untuk memantapkan pelaksanaan ajaran
agama.
6.
Sebagai ucapan syukur kehadapan Sang
Hyang Widhi.
DAFTAR PUSTAKA
Aripta,
2006 Tahapan mendalami Weda, penerbit Sai Murali
Kajeng,
1991 Sarascamuscaya Alih bahasa penerbit Mayangsari Jakarta
Mirsa
I Gst Ngurah Rai, 1994 Wrspati Tattwa penerbit PT Upada sastra
Puja
I Gede, 1978 Menawa dharmasastra, penerbit Departemen Agama RI
Wiana
Ketut ,1995 bhakti dari sudut pandang agama Hindu penerbit pustaka manic geni
Ngurah
Gst made, 2011 Samhita Vacana penerbit Paramita surabaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar