Selasa, 07 Oktober 2014

RERAHINAN DAN HARI RAYA AGAMA HINDU


RERAHINAN DAN HARI RAYA AGAMA HINDU

Oleh :                                                                                                   I NYOMAN ARYA, S.Ag. M.Pd.H                                                 KEPALA KANTOR KEMENTERIAN AGAMA KAB. BADUNG                      

Description: G:\logo kemenag\Logo Kemenag.png
RERAHINAN DAN HARI RAYA AGAMA HINDU *
OLEH
I NYOMAN ARYA, S.Ag. M.Pd.H **
KEPALA KANTOR KEMENTERIAN AGAMA KAB. BADUNG

  1. PENDAHULUAN
Ajaran Agama pada dasarnya memberi tuntunan kepada pemeluknya tentang tiga hal :
-          Mengenai hakekat kehidupan, dalam agama Hindu disebut Tattwa
-          Tuntunan prilaku social dalam kehidupan, dalam agama Hindi Disebut Susila
-          Tata cara pelaksanaan ibadah, dalam agama Hindu disebut bhakti yang menjadi bagian pelaksanaan upacara yadnya dalam kehidupan beragama

 Didalam agama Hindu ketiga tuntunan tersebut dirumuskan menjadi Tri Kerangka Dasar agama Hindu antara lain :
1.      Tatwa ( berkaitan dengan keyakinan atau Sradha)
2.      Susila ( berkaitan dengan tata hubungan dan prilaku baik dan buruk, benar dan salah, boleh dan tidak boleh) dan
3.      Upacara ( menyangkut berbagai bentuk bhakti dalam berbagai upacara yadnya)

 Dalam pelaksanaannya Tri Kerangka agama Hindu ini menjadi satu kesatuan yang
utuh, untuk memudahkan pemahaman disini dapat dinyatakan bahwa:
1.      Dalam memahami dan melaksanakan Tattwa patut bersusila dan upacara
2.      Dalam memahami dan melaksanakan susila patut bertattwa dan berupacara
3.      Dalam memahami dan melaksanakan upacara patut bertatwa dan bersusila

Ketiga tuntunan dalam tri kerangka dasar agama Hindu tersebut patut dan harus dimengerti, dipahami, diyakini, selalu dilatihkan, diterapkan dirasakan hasilnya dan akhirnya dijadikan sikap yang membudaya pada diri seseorang agar hidup ini menjadi senang, bebas dari rasa takut, berprilaku baik dan benar, sejahtera dan harmonis. Jika ketiga tuntunan itu dapat dipahami dan dilaksanakan dengan baik dan benar merupakan indicator keberhasilan dalam mencapai tujuan hidup beragama



B.     PENGERTIAN RERAHINAN DAN HARI RAYA
 Rerahinan bagi umat Hindu di Bali merupakan peringatan hari-hari suci . rerahinan berasal dari kata rai yang berarti puncaknya hari, atau hari-hari yang dipandang penting dan suci. karena pada hari-hari suci itulah kekuatan spiritual akan mengalir lebih besar dan deras , yang merupakan kekuatan suci yang mengalir dari Ida Sanghyang Widhi Wasa atau manifestasi beliau turun untuk memberikan kekuatannya.sedangkan Hari Raya adalah hari yang diperingati atau diistimewakan, karena berdasarkan keyakinan hari-hari itu mempunyai makna atau fungsi yang amat penting bagi kehidupan seseorang, baik karena pengaruhnya maupun nilai-nilai spiritual yang terkandung didalamnya, sehingga dirasakan untuk perlu diingat dan diperingati selalu.
 Dengan merayakan atau memperingatai hari raya suci tersebut, baik yang telah ditentukan atau dinyatakan didalam kitab-kitab suci , atau menurut kepercayaan tradisional, hari-hari tersebut akan memberi pengaruh terhadap dirinya sehingga dirasakan sangat berkewajiban untuk diperingati.
 Memperingati hari-hari suci tersebut dapat dilakukan secara rutin atau terus menerus baik setiap setahun sekali, setiap enam bulan sekali, tiga puluh lima hari sekali, lima belas hari sekali atau bahkan sampai tiap lima hari sekali. Hari Raya atau rerahinan itu diperingati atas dasar nilai moral spiritual dan tingkat kesadaran manusia atau umat itu sendiri dalam menjunjung tinggi nilai-nilai luhur yang terkandung didalamnya, atau sering juga orang mengatakan rerahinan itu berasal dari kata Rah menjadi rahina yang berarti hari yang mempunyai nilai puncak tertinggi, yang dipercayai dapat memberi kehidupan yang kekal abadi. Bahkan kalau kita lihat kesadaran umat Hindu sekarang mengenai pemujaan terhadap Ida Sanghyang Widhi Wasa dapat dikatakan cukup tinggi, terbukti setiap hari umat melakukan pemujaan dan bhakti kehadapan Hyang Widhi, apalagi pada hari-hari raya suci akan lebih ditingkatkan lagi pelaksanaanya, bahkan sampai pelaksanaan sehari-hari sangat taat dilakukan, seperti mesaiban (ngejot) atau yang disebut
yadnya sesa, yang diselenggarakan setiap habis memasak. Hal ini sesuai yang tersurat dan tersirat dalam kitab suci Bhagawadgita Bab III Sloka 13 :

“ yajna sishtasinah santo
muchayante sarvakilbisaih
bhujante te tv agham papa
ye pacanty atmakaranat”

Artinya :
Orang – orang yang baik makan apa yang tersisa dari yadnya, mereka itu terlepas dari segala dosa. akan tetapi mereka yang jahat yang menyediakan makanan untuk kepentingannya sendiri, adalah makan dosanya sendiri.

 Di dalam kerangka dasar agama Hindu hari raya keagamaan atau Rerahinan itu adalah merupakan bagian dari upacara atau Ritual.
 Secara garis besarnya, pedoman atau patokan yang dipakai dasar untuk memperingati hari raya keagamaan bagi umat Hindu dibedakan menjadi dua macam :

1.      Berdasarkan atas perhitungan sasih (pranata masa) seperti Hari Raya Nyepi dan Hari Raya Siwa Ratri.
2.      Berdasarkan Pawukon (wuku) yaitu : hari raya Galungan, Kuningan, Saraswati dan Pagerwesi.

Kemudian secara khusus ada lagi hari Raya/ Rerahinan keagamaan yang berdasarkan Pawukon (wuku) yang dibedakan menjadi empat kelompok besar diantaranya :
1.      Budha kliwon
2.      Tumpek
3.      Anggara Kasih

Masing kelompok itu terdiri dari enam hari Raya/suci diantaranya;
1.      Budha Kliwon terdiri enam macam :
a.       Budha Kliwon Sinta
b.      Budha Kliwon Gumbreg
c.       Budha Kliwon Dungulan
d.      Budha Kliwon Pahang
e.       Budha kliwon matal
f.       Budha Kliwon ugu

2.      Hari Raya/Suci Tumpek diantaranya :
a.       Tumpek landep
b.      Tumpek Wariga
c.       Tumpek Kuningan
d.      Tumpek Kerulut
e.       Tumpek Uye
f.       Tumpek Wayang

3.      Budha Wage/Budha Cemeng terdiri dari :
a.       Budha Wage Warigadian
b.      Budha Wage langkir
c.       Budha Wage Merakih
d.      Budha Wage Menail
e.       Budha Wage kelawu
f.       Budha Wage Wukir

4.      Hari raya Anggara Kasih terdiri dari :
a.       Anggara kasih Kulantir
b.      Anggara Kasih Juluwangi
c.       Anggara Kasih Medangsia
d.      Anggara kasih Tambir
e.       Anggara Kasih prangbakat
f.       Anggara Kasih Dukut.

 Semua hari-hari suci itu datangnya tiap-tiap bulan wuku atau tiap 35 hari. jadi, dapatlah dikatakan umat Hindu mempunyai banyak hari Raya suci, kalau berdasarkan pawukon saja kita telah mengenal 24 macam hari raya, belum lagi yang berdasarkan atas pranata masa atau sasih dan yang lainnya. Oleh karena itu, selaku umat Hindu mempunyai hari suci banyak sekali, sehingga hamper semua hari-hari yang ada dijatuhi oleh hari –hari raya suci tu, yang merupakan kesempatan yang sangat mulia untuk menyambutnya guna untuk dapat menyucikan diri lahir dan bathin, sekala dan niskala.

C.    TUJUAN PELAKSANAAN RERAHINAN DAN HARI RAYA.AGAMA HINDU
 Segala kegiatan keagamaan yang dilakukan oleh umat mempunyai tujuan yang sangat mulia, seperti halnya pelaksanaan Rerahinan atau Hari Raya yang merupakan hari yang sangat penting bagi kita sebagai umat Hindu yang harus kita peringati dan lestarikan keberadaannya. Karena Rerahinan itu merupakan syarat mutlak dalam pelaksanaan agama Hindu guna dapat memantapkan hati kita dalam melaksanakan dharma agama untuk dapat meningkatkan kualitas keimanan kita, sebagai wujud nyata hubungan langsung dengan Sang Hyang Widhi. Pemantapan pelaksanaan ajaran agama akan lebih cepat dapat dirasakan melalui pelaksana Rerahinan dan Hari raya itu sendiri, apalagi bagi kalangan umat yang tingkat kerohanianya masih sederhana, Rerahinan merupakan media komunikasi yang paling tepat untuk mengadakan pemujaaan kehadapan Sang Hyang Widhi beserta semua manifestasi-Nya.
 Umat yang rasa agamanya sudah tinggi, Rerahinan merupakan hari yang ditunggu-tunggu, walaupun jauh-jauh hari. Hatinya selalu tergetar dan merasa aman, tenang menjelang rerahinan tiba, sehingga persiapan lahir bathin selalu mengetuk hatinya seperti selalu mengusahakan ketenangan, mempersiapkan sarana upakara untuk menyambut tibanya Rerahinan itu. Sekalipun sarana upakara kita sadari bersama cukup sulit diperolehnya, tetapi tetap berusaha yang dilandasi oleh kesucian, hal ini karena terdorong oleh rasa bhakti yang mendalam.

Seperti terungkap Dalam Bhagawadgita Bab IX, 22 :
 “ Ananyas cintayanto mam
 Ye janah parypasate
 lesamnityabhiyuktanam
 yogaksemam vahamyakam”
Artinya :
 Mereka yang menyembah Aku, memusatkan pikiran hanya pada Aku
 pada mereka yang selalu tekun. Aku memberi apa yang mereka tidak punya
 dan memberi perlindungan pada apa yang telah dimilikinya.

 Atas dasar tersebut diatas maka Rerahinan/ Hari Raya Hindu memiliki berbagai Fungsi Relegius yaitu :Rerahinan/ atau hari raya sebagai media pendekatan dan pelayanan. Rerahinan Hindu merupakan media pendekatan dan pelayanan yang multidimensional. siapa yang didekati dan dilayani? tidak lain Tuhan Yang Maha Esa dan Dewa Pitara, sesame manusia dalam berbagai peran dan fungsinya, alam dan sarwaprani ( semua Mahkluk hidup) Untuk mempertahankan ekstensi Rerahinan Hindu sebagai Rituail yang bersumber pada Weda, maka kita harus mencegah pelaksanaan Rerahinan atau Hari Raya yang bersifat menduniawi supaya tidak kehilangan intinya.
 Bentuk luar pelaksanaan Hari Raya Hindu jangan sampai mengorbankan nilai- nilai intinya. nilai spiritual dan budaya material yang dikandung oleh Rerahiana atau Hari raya harus dijaga keseimbangan ekstensinya. Kedua-keduanya tidak boleh saling mendominasi. Rerahinan harus diarahkan untuk melakukan pendekatan yang multidimensional. Dengan meningkatkan pemahaman nilai-nilai Filosofinya, maka akan membawa umat merasa dekat dengan Tuhan atau Brahman rasa akan dapat mempertebal keyakinan dan ketakwaan kepada Tuhan . Kalau keyakinan kepada Tuhan itu sudah merupakan bagian yang integral (Brahman Hredaya) dalam diri manusia, maka segala prilaku baik pikiran, kata-kata dan perbuatan akan selalu merupakan pengejawatahkan dari keyakinan pada Tuhan.
 Mungkin timbul pertanyaan, kenapa Tuhan perlu kita dekati ? apakah Tuhan itu jauh ? bukankah Tuhan itu ada dimana-mana? Mengapa ada Hari raya untuk memuja dewa tertentu ? misalnya Hari raya Pagerwesi memuja hyang Pramesti Guru, Hari raya Siwa ratri memuja Dewa Siwa. Memang benar, menurut keyakinan Hindu, Tuhan itu ada Dimana-mana. Tuhan itu Maha Kuasa dan karenya, memiliki banyak fungsi juga. Beberapa banyak fungsi Tuhan tentunya tak akan dapat dipahami oleh manusia. Dalam keterbatasan manusia itulah Tuhan Kita hayati sebagai Guru, misalnya kita puja pada saat Hari raya Pagerwesi, sebagai pengeleburan dosa pada Hari raya Siwa ratri. Namun bukanlah berarti kita hanya berguru kepada Tuhan pada saat hari raya Pagerwesi saja. Pemujaan Tuhan sebagai Guru pada hari Raya Pagerwesi bertujuan untuk mengingatkan kita agar selalu berguru kepada Tuhan. Sebagaimana kita menyadari, manusia sering lupa karena awidia (kegelapan). Karena keterbatasan itu, lalu kita diingatkan pada hari tertentu agar sadar untuk selalu berguru pada Tuhan.
 Demikianlah, fungsi Rerahinan atau Hari raya Hindu untuk mengembangkan kekuatan suci atman yang ada pada setiap manusia untuk mendekat pada Paramaatman sebagai sumbernya.
 Kemampuan setiap orang berbeda-beda dalam memuja Tuhan. Semua kegiatan Hari raya atau Rarahinan merupakan himpunan kemampuan untuk diarahkan pada tujuan yang satu yaitu mencapai keharmonisan total. Untuk itu manusia siap menghadapi berbagai rintangan. Bila kita umpamakan seorang murid, semakin tinggi pendidikan yang ditempuhnya semakin besar pula kesulitan yang dihadapinya . Tetapi semakin tinggi pula status ilmu pengetahuan yang dicapainya. Keharmonisan total dalam Rerahinan ataupun hari raya dimaksudkan Harmonis diantara ciptaan Tuhan dengan segala perbedaan dan persamaan. Dan puncaknya adalah harmonis ciptaan Tuhan dengan penciptanya.



Didalam Bhagawadgita Bab VII ,16 Empat jenis pemuja Tuhan ( Catur Wida Bhayante) :
a.       Artah :Memuja Tuhan karena ditempa kesusahan atau sakit
b.   Artha Rthi : Memuja Tuhan dengan harapan mendapatkan keuntungan material
c.    Jijnasuh : Memuja Tuhan untuk mendapatkan kedudukan / jabatan
d.   Jnani : Memuja Tuhan melalui perubahan sikap.yang mulia.

 Empat jenis umat itulah yang merayakan Rerahinan /Hari raya. Hal ini menyebabkan kegiatan Hari raya Hindu memiliki deminsi yang luas agar mampu menampung semua jenis pemuja yang memiliki kwalitas beraneka ragam. Jelasnya, hari
Raya Hindu tidak hanya diperuntukan bagi umat yang memiliki tujuan spiritual semata. Umat yang paling randah kualitas kerohanianya pun diupayakan agar tertarik mempertebal keyakinannya pada Tuhan.
 Karena itu kegiatan Rerahian dan Hari Raya Hindu selalu diwarnai oleh suasana beraneka ragam. Ada kegembiraan, kebersamaan, keindahan, kemegahan bahkan sampai menduniapun diadakan dalam kegiatan Hari Raya. Sebaliknya kalau ada umat Hindu merasa resah dan alergi ketika Rerahinan atau Hari raya itu akan tiba, karena merasa dirinya akan sibuk, pemborosan uang, mengganggu acara dan lain-lain, ini adalah merupakan suatu pertanda kadar keimanannya dan kesadarannya sangat rendah akan penghayatan terhadap ajaran agama. keadaan seperti ini sangat berbahaya, karena bias menyebabkan timbulnya banyak penderitaan/ gangguan yang terjadi pada orang itu, sehingga timbullah keresahan bathin, walaupun sebenarnya cukup mapan keadaan ekonominya.

D.    HARI RAYA HINDU DAN PENGUATAN KESUCIAN
 Manusia lahir kedunia sudah lengkap diberikan jasmani dengan lima unsur (Panca Maha Bhuta ) dan rohani seperti citta, indria dan tanmatra. Pertemuan unsur jasmani dan rohani menyebabkan adanya aktifitas dalam hidup. Aktivitas hidup ini menimbulkan dua akibat subha karma dan asubha karma. Subha karma yaitu perbuatan baik dan merupakan unsure yang membawa manusia pada penyucian. Sedangkan asubha karma akan membawa pada dosa atau kotornya kehidupan ini. Penyucian dengan harapannya juga dikandung dalam kegiatan upacara agama atau hari Raya Hindu.

Dalam Menawa Dharmasastra V, 109 disebutkan penyucian atau pembersihan itu yaitu :
                             Adbhirgatrani Suddhyanti
                 Manah satyena sudhyanti
                 Widya tapobhyam bhutdtma,
                 Buddhirjnana suddyati
Artinya

 Tubuh disucikan dengan air, pikiran disucikan dengan kebenaran (satya), atma disucikan dengan tapa brata, budhi disucikan dengan ilmi pengetahuan

 Dalam kegiatan hari raya Hindu, umat melakukan unsure penyucian tersebut. Secara fisik, penyucian diri dilakukan, selain mandi dengan bersih, juga dengan berpakaian yang lebih bersih dan rapi. Kebersihan fisik merupakan suatu hal penting dalam merayakan hari raya agama. Selain untuk memelihara kesehatan,kesegaran dan nyaman, juga membawa dampak positif bagi orang lain yang memandangnya.
 Penyucian badan dengan air disini dimaksudkan dalam pengertian yang luas.selanjutnya pikiran atau manah disucikan dengan kejujuran. Kata jujur percuma saja bila hanya baru berada dibibir. Jujur itu harus diwujudkan dalam praktik tingkah laku sehari-hari. Jujur disini tidak terbatas dalam menggunakan uang dan harta benda semata. Jujur berarti berbicara sesuai dengan kenyataan, tidak pernah mengurangi atau melebih-lebihkan. Patut diketahui bahwa manusia memiliki dorongan hawa nafsu yang disebut distinksi yang mendorong seseorang untuk melebih-lebihkan dirinya agar kelihatan atau kedengarannya lebih super dari orang lain. Ada orang mengaku pintar ketika masih sekolah. Pengakuannya itu disampaikan dihadapan orang yang tidak mengetahui keadaan sebenarnya. Padahal sebenarnya, dia bodoh atau paling tidak biasa-biasa saja.
 Kejujuran, sesungguhnya merupakan media penyucian pikiran atau manah. Orang yang sering tidak jujur kecerdasannya diracuni oleh ketidakjujuran. Ketidakjujuran menyebabkan pikiran lemah dan dapat diombang ambingkan oleh oleh gerakan indria. Orang yang tidak jjur sulit mendapatkan kepercayaan dari lingkungannya. Tuhan pun dapat dipastikan tidak merestui orang yang tidak jujur. Suasana Hari Raya keagamaan dapat dijadikan tonggak untuk lebih menguatkan nita jujur dalam segala hal. Niat jujur harus selalu digerakkan dalam diri dan mohon bimbingan Tuhan agar kita selalu berbuat jujur.
 Tapa brata adalah cara untuk menyucikan atma. Sesungguhnya atma itu selalu suci, karena bagian dari parama-atma ibarata menghapuskan noda debu dalam kaca, begitulah yang dimaksudkan menyucikan atma. Atma yang kotor bagaikan sinar matahari yang ditutupi mendung, sinarnya buranm tapi sesungguhnya mendung tak pernah mengotori maahari. Penyucian atma disini berarti melenyapkan bergeloranya hawa nafsu, nafsu bergelora itu menutupi sinar atma untuk menembus sinar suci paramatma.
 Karena itu hari raya Hindu adalah suatu media untuk meningkatkan kesucian diri secara totalitas. Badan, pikiran, budi dan atma merupakan unsure-unsur yang harus selalu mendapat penyucian selama hidup didunia ini. Bahkan tidak semata-mata pada hari raya agama saja, setiap hari pada saat-saat yang tepat, penyucian itu mesti dilakukan. Hari raya itu hanyalah tonggak ingatan.
 Didalam lontar Sunarigama dua cara perayaan hari raya agama Hindu :
- Dengan menghaturkan bebanten
- Melakukan tapa brata yoga semadi ( wuh ring tatwajnana)

E . KESIMPULAN
 Dari pembahasan tentang Rerahinan dan Hari raya Agama Hindu dapat disimpulkan tujuan dari pelaksanaan Rerahianan dan Hari Raya Hindu :
1.      Untuk menyatakan rasa bhakti kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta manifestasinya.
2.      Sebagai usaha bentuk pembayaran hutang kepada Tuhan
3.      Untuk mendapatkan ketenangan lahir bathin
4.      Menjaga kelestarian agama dan budaya yang diwariskan oleh leluhur kita
5.      Untuk memantapkan pelaksanaan ajaran agama.
6.      Sebagai ucapan syukur kehadapan Sang Hyang Widhi.











DAFTAR PUSTAKA

Aripta, 2006 Tahapan mendalami Weda, penerbit Sai Murali
Kajeng, 1991 Sarascamuscaya Alih bahasa penerbit Mayangsari Jakarta
Mirsa I Gst Ngurah Rai, 1994 Wrspati Tattwa penerbit PT Upada sastra
Puja I Gede, 1978 Menawa dharmasastra, penerbit Departemen Agama RI
Wiana Ketut ,1995 bhakti dari sudut pandang agama Hindu penerbit pustaka manic geni
Ngurah Gst made, 2011 Samhita Vacana penerbit Paramita surabaya






Tidak ada komentar:

Posting Komentar